Oleh: Widiana Delina Citra (Mahasiswa Program studi Manajemen, Universitas Bangka Belitung)
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Di tengah berbagai krisis yang melanda, mulai dari krisis moneter 1998 hingga pandemi Covid-19, UMKM terbukti mampu bertahan bahkan menjadi penyelamat ekonomi nasional. Salah satu kontribusi terbesar UMKM yang paling nyata adalah kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja secara masif dan merata di seluruh penjuru negeri.
Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa pada tahun 2023, mencapai sekitar 65,5 juta pelaku usaha UMKM di Indonesia. Jumlah ini bukan sekadar angka statistik, melainkan gambaran nyata dari jutaan peluang kerja yang telah dan akan terus tercipta. UMKM mampu menyerap hingga 97 persen dari total angkatan kerja nasional, jauh melampaui sektor usaha besar yang cenderung stagnan saat krisis melanda. Kontribusi ini juga tercermin dalam Produk Domestik Bruto (PDB), di mana UMKM menyumbang lebih dari 61 persen PDB Indonesia.
Menurut saya, UMKM juga berperan penting dalam mendorong pemerataan ekonomi di Indonesia. Dengan tersebarnya UMKM hingga ke pelosok desa, masyarakat tidak perlu lagi bermigrasi ke kota besar untuk mencari pekerjaan, sehingga mampu menekan laju urbanisasi dan memperkecil jurang ekonomi antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Selain itu, inovasi dan adaptasi UMKM terhadap teknologi, seperti pemanfaatan e-commerce dan media sosial, telah menjadi kunci bertahan di tengah krisis ekonomi global.
Ketika perusahaan besar melakukan efisiensi dengan merumahkan pekerja, UMKM justru membuka peluang kerja baru. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan beralih menjadi pelaku UMKM atau bekerja di sektor informal yang didorong oleh aktivitas UMKM. Di sinilah letak kekuatan UMKMāmereka fleksibel, adaptif, dan mampu bergerak cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar dan kondisi ekonomi yang terus berubah.
Namun demikian, peran besar UMKM sering kali tidak diimbangi dengan dukungan yang memadai. Permodalan yang terbatas, akses terhadap teknologi yang masih rendah, dan keterbatasan kapasitas manajerial menjadi tantangan utama yang perlu segera diatasi. Pemerintah, lembaga keuangan, serta pelaku industri besar harus melihat UMKM sebagai mitra strategis, bukan sekadar pelengkap.
Pemberdayaan UMKM harus menjadi agenda prioritas, tidak hanya dalam wacana, tetapi juga dalam kebijakan nyata. Program pendampingan, pelatihan, fasilitasi akses pasar, dan pembiayaan yang ramah menjadi langkah konkret yang harus terus dikembangkan. Selain itu, masyarakat juga dapat berperan aktif dengan lebih memilih produk lokal, mendukung UMKM di sekitar, dan mempromosikan bisnis UMKM melalui media sosial. Partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat akan memperkuat ekosistem UMKM agar semakin mandiri dan berdaya saing.
Menurut saya, UMKM bukan sekadar pelaku ekonomi kecil, melainkan pilar strategis pembangunan bangsa. Sudah waktunya kita memperkuat dan memuliakannya, bukan hanya sebagai solusi saat krisis, tetapi sebagai kekuatan utama ekonomi Indonesia ke depan.
Referensi:
– Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. (2023). Profil Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Diakses dari https://www.kemenkopukm.go.id
Badan Pusat Statistik. (2023). Indikator Makro UMKM Tahun 2023. Diakses dari https://www.bps.go.id
OECD. (2023). SME and Entrepreneurship Outlook: Indonesia 2023. Diakses dari https://www.oecd.org/indonesia