Oleh: Regina Bulan Dari (Mahasiswa Program Studi Manajemen, Universitas Bangka Belitung)
Di tengah dinamika gaya hidup modern, generasi Z muncul sebagai kelompok yang sangat berpengaruh dalam membentuk tren konsumsi, termasuk di Bangka Belitung. Salah satu fenomena menarik adalah meningkatnya kegemaran Gen Z terhadap coffee shop. Bukan hanya sebagai tempat minum kopi maupun “nongkrong” sebagai kegemaran tapi coffee shop sekarang berfungsi sebagai ruang kerja, tempat bersosialisasi, hingga wadah mengekspresikan identitas diri. Fenomena ini layak dibahas lebih jauh, terutama dari sudut pandang ekonomi.
Gen Z dikenal sebagai generasi digital yang sangat peduli terhadap estetika dan kenyamanan. Coffee shop dengan desain Instagramable, koneksi Wi-Fi cepat, dan menu kekinian menjadi daya tarik yang kuat. Di Bangka Belitung, mulai bermunculan berbagai jenis serta bermacam-macam coffee shop yang menawarkan konsep unik dari gaya modern hingga yang mengusung kearifan lokal. Menurut laporan McKinsey (2019), Gen Z memprioritaskan pengalaman dan koneksi emosional terhadap suatu produk atau tempat. Coffee shop dengan desain menarik dan atmosfer yang mendukung produktivitas menjadi pilihan utama. Ini menjadi bukti bahwa perubahan pola pikir dari segi konsumsi telah menciptakan peluang bisnis yang sangat signifikan.
Dari sisi ekonomi, tren ini mendorong pertumbuhan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Banyak coffee shop dikelola oleh pengusaha muda lokal maupun dari luar daerah yang melihat potensi besar di balik gaya hidup ini. Mereka tidak hanya menjual kopi, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi baru yang melibatkan petani kopi, supplier bahan makanan, dan desainer interior.
Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (2023), subsektor kuliner adalah kontributor terbesar dalam PDB ekonomi kreatif Indonesia, mencapai 41,69%. Coffee shop adalah salah satu bentuk usaha kuliner yang sangat berpotensial berkembang karena mampu menjangkau segmen anak muda yang konsumtif namun juga loyal terhadap brand yang mereka suka. Tidak sedikit coffee shop di Bangka Belitung yang juga berfungsi sebagai ruang komunitas. Beberapa menggelar acara musik lokal maupun luar daerah, pameran seni, hingga forum diskusi formal dan informal. Ini menunjukkan bahwa coffee shop berpotensi menjadi pusat pergerakan ekonomi kreatif di tingkat daerah.
Namun, disisi lain tren ini juga menghadapi tantangan. Persaingan bisnis yang tinggi membuat pelaku usaha dituntut untuk terus berinovasi menciptakan ide-ide yang kreatif. Selain itu, gaya hidup konsumtif Gen Z dalam mengakses coffee shop bisa memicu masalah keuangan pribadi apabila tidak diiringi literasi finansial yang baik. Namun juga, dari sudut pandang pembangunan daerah, ini adalah momen yang tepat untuk menguatkan sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan institusi pendidikan. Pemerintah daerah dapat menyediakan pelatihan wirausaha berbasis digital dan inovatif, serta mendukung berbagai akses pembiayaan bagi pelaku usaha muda (Gen Z). Institusi pendidikan pun bisa berperan dalam menanamkan pemahaman pengembangan kewirausahaan dan konsumsi yang bijak.
Pada akhirnya, kegemaran Gen Z terhadap coffee shop tidak boleh hanya dipandang sebagai tren sesaat saja, tetap juga sebagai fenomena sosial-ekonomi yang jika diarahkan dengan benar, mampu menjadi penggerak ekonomi lokal maupun nasional berbasis kreativitas dan keberlanjutan.
Daftar Pustaka
McKinsey & Company. (2019). ‘True Gen’: Generation Z and its implications for companies.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (2023). Laporan Kinerja Ekonomi Kreatif Indonesia 2022-2023.
BPS Provinsi Kep. Bangka Belitung. (2023). Statistik UMKM dan Ekonomi Kreatif di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.