Oleh: Nadin Aprilian Dary (Mahasiswa Program Studi Manajemen, Universitas Bangka Belitung)
Dalam konteks global yang semakin kompleks, ketidakpastian menjadi kondisi yang tidak terhindarkan akibat eskalasi konflik geopolitik, perubahan iklim, serta ketidakstabilan ekonomi dunia, yang secara langsung mempengaruhi berbagai negara, termasuk Indonesia. Pada tahun 2025, dinamika politik dan ekonomi internasional tercermin melalui diselenggarakannya pemilihan umum di lebih dari 60 negara yang melibatkan sekitar empat miliar pemilih, menciptakan potensi perubahan arah kebijakan global. Indonesia turut mengalami transisi politik dengan pergantian kepemimpinan dari Presiden Joko Widodo kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto. Meskipun berada dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan resiliensi yang kuat, mencerminkan ketangguhan fundamental ekonomi nasional dalam merespons tekanan eksternal.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,87 persen (yoy) pada triwulan I-2025 menjadi sinyal positif di tengah kondisi global yang belum sepenuhnya pulih dari tekanan pandemi Covid-19 dan perlambatan ekonomi dunia. Menurut Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, capaian ini tidak terlepas dari kontribusi sektor-sektor unggulan, seperti pertanian yang mencatat pertumbuhan dua digit—menggambarkan ketahanan pangan yang kuat—serta industri makanan dan minuman yang tetap solid, khususnya selama momentum Ramadhan dan Idul Fitri. Peningkatan mobilitas masyarakat juga mendorong kinerja sektor transportasi. Di sisi lain, peran APBN sebagai instrumen fiskal utama turut menopang pelaksanaan program-program prioritas pemerintah, bahkan dalam masa transisi kepemimpinan, menunjukkan efektivitas koordinasi kebijakan dan ketahanan fiskal yang terjaga.
Namun, tantangan dari luar negeri masih membayangi. Ekonomi Amerika Serikat mencatat pertumbuhan 2,7 persen dan Eropa hanya 0,9 persen pada kuartal III-2024, keduanya masih di bawah level prapandemi. Tiongkok, sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia, mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan yang turut mempengaruhi perekonomian kawasan. Meski demikian, negara-negara ASEAN relatif tetap tangguh meskipun tekanan akibat penurunan permintaan global tidak dapat dihindari. Dalam konteks ini, kinerja ekonomi Indonesia yang tetap positif menegaskan pentingnya strategi penguatan sektor domestik serta keberlanjutan kebijakan fiskal yang adaptif dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang tidak menentu.
Perubahan kepemimpinan di berbagai negara dapat membawa arah kebijakan yang baru dan tidak selalu selaras. Hal ini meningkatkan volatilitas pasar keuangan global, yang akhirnya berimbas pada nilai tukar dan stabilitas sektor keuangan di negara-negara berkembang seperti Indonesia.Meskipun data pertumbuhan menunjukkan resiliensi, kita tidak boleh abai terhadap kelemahan-kelemahan struktural dalam perekonomian Indonesia. Ketergantungan terhadap konsumsi domestik, rendahnya kontribusi ekspor berbasis manufaktur, serta sempitnya basis pajak adalah contoh tantangan yang perlu dibenahi secara menyeluruh.
Salah satu langkah strategis yang dapat ditempuh adalah dengan mengurangi sensitivitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Rupiah yang terlalu bergantung pada sentimen global akan selalu menjadi sumber kerentanan. Selain itu, pendalaman pasar keuangan dalam negeri menjadi kunci untuk memperkuat ketahanan sistemik. Peningkatan inklusi keuangan, khususnya di sektor pasar modal, tidak hanya memperluas akses pembiayaan, tetapi juga menciptakan basis investor yang lebih beragam dan stabil.
Mengelola ketidakpastian bukanlah tentang menghindarinya, melainkan tentang membangun ketahanan dan fleksibilitas ekonomi yang adaptif. Indonesia memiliki peluang besar untuk tumbuh lebih kuat jika mampu melaksanakan reformasi struktural secara konsisten. Ke depan, beberapa kebijakan strategis perlu diprioritaskan untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional. Pertama, diversifikasi ekonomi harus didorong melalui penguatan sektor manufaktur berbasis ekspor dan pengembangan ekonomi digital yang kompetitif. Kedua, efisiensi dalam belanja negara perlu ditingkatkan agar program-program prioritas tetap berjalan optimal meskipun dalam keterbatasan fiskal. Ketiga, dukungan terhadap UMKM dan sektor informal perlu diperluas agar lebih terintegrasi dengan sistem keuangan nasional, sehingga daya saing dan kontribusinya terhadap perekonomian meningkat. Keempat, stabilisasi nilai tukar dan pengendalian inflasi harus ditempuh melalui sinergi kebijakan moneter dan fiskal yang terkoordinasi. Terakhir, penguatan literasi keuangan masyarakat menjadi krusial untuk mendorong partisipasi publik dalam pasar modal dan instrumen keuangan lainnya, sehingga tercipta inklusi keuangan yang lebih luas dan berkelanjutan.
Ketidakpastian global adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari, tetapi dapat diantisipasi dengan strategi yang tepat dan kebijakan yang adaptif. Indonesia telah menunjukkan ketangguhan ekonominya, namun mempertahankan dan memperkuat momentum ini memerlukan reformasi struktural yang lebih dalam dan menyeluruh. Keberhasilan ekonomi ke depan sangat bergantung pada keberanian mengambil keputusan berbasis data, keberlanjutan kebijakan yang proaktif, serta keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi sebesar 4,87 persen di awal 2025 bukan hanya capaian statistik, melainkan sinyal positif bahwa fondasi ekonomi mulai menguat. Namun, untuk menjadikannya pijakan menuju masa depan yang lebih tangguh, Indonesia perlu memastikan pertumbuhan yang tidak hanya tinggi, tetapi juga berkelanjutan, inklusif, dan mampu bertahan dalam menghadapi berbagai guncangan global.