Kesalahan Gen Z dalam Mengatur Keuangan di Era Digital

by
Foto : Martin sarveno (Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Universitas Bangka Belitung)

Oleh : Martin Sarveno (Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Universitas Bangka Belitung)

Generasi Z, lahir antara akhir 1990-an dan awal 2010-an, tumbuh di era digital yang penuh kemudahan. Namun, di balik keakraban mereka dengan teknologi, ada tantangan finansial yang sering kali diabaikan. Sebagai generasi yang baru memasuki dunia kerja atau masih menempuh pendidikan, banyak dari mereka terjebak dalam kesalahan mengatur keuangan yang berpotensi membahayakan masa depan. Berikut adalah beberapa kesalahan umum dan solusinya.

  1. Impulsivitas Belanja: Dikendalikan FOMO dan Budaya Konsumtif
    Platform seperti TikTok, Instagram, dan Shopee membanjiri Gen Z dengan iklan produk “viral” yang memicu Fear of Missing Out (FOMO). Tren unboxing, haul fashion, atau promo diskon 90% membuat belanja impulsif menjadi kebiasaan. Fitur “buy now, pay later” (BNPL) dan e-wallet yang memudahkan transaksi tanpa terasa menguras saldo memperparah masalah ini. Padahal, kebiasaan ini menggerus kemampuan menabung dan meningkatkan risiko utang.

Solusi: Gen Z perlu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Menggunakan aplikasi spending tracker dan menetapkan “cooling period” (misalnya, menunggu 24 jam sebelum membeli barang non-esensial) bisa mengurangi impulsivitas.

  1. Literasi Keuangan yang Minim: Sekolah Tidak Mengajarkan Cara Mengelola Uang
    Banyak Gen Z tidak memahami dasar-dasar mengatur anggaran, investasi, atau bahaya utang kartu kredit. Minimnya kurikulum literasi keuangan di sekolah membuat mereka cenderung trial and error. Akibatnya, mereka terjebak utang konsumtif atau gagal memanfaatkan bunga majemuk untuk investasi jangka panjang.

Solusi: Manfaatkan sumber daya online gratis, seperti webinar, podcast keuangan, atau buku seperti Rich Dad Poor Dad. Mulailah dengan prinsip 50-30-20 (50% kebutuhan, 30% keinginan, 20% tabungan/investasi).

  1. Bergantung pada Gig Economy: Pendapatan Tidak Stabil
    Banyak Gen Z memilih pekerjaan freelance atau part-time untuk fleksibilitas. Namun, pendapatan tidak tetap sering kali membuat perencanaan keuangan kacau. Tanpa dana darurat, mereka rentan terjerat utang saat terjadi keadaan mendesak, seperti sakit atau PHK.

Solusi: Prioritaskan membangun dana darurat (3–6 bulan pengeluaran) dan diversifikasi sumber pendapatan. Gunakan aplikasi budgeting seperti Google Sheets atau You Need A Budget (YNAB) untuk mengelola arus kas.

  1. Investasi: Takut atau Terlalu Ambisius?
    Sebagian Gen Z menghindari investasi karena dianggap rumit, sementara lainnya terjun ke pasar saham atau kripto tanpa riset, terpikat janji cuan instan. Kedua sikap ini berisiko: yang pertama kehilangan peluang pertumbuhan aset, yang kedua rentan terhadap volatilitas pasar.

Solusi: Mulailah dengan instrumen rendah risiko seperti reksadana pasar uang atau emas. Pelajari dasar investasi melalui platform edukasi seperti Bibit atau Pintu. Ingat: investasi adalah maraton, bukan sprint.

  1. Mengabaikan Utang Pendidikan dan Pinjaman
    Lulus dengan utang kuliah atau pinjaman tanpa strategi pelunasan jelas adalah bom waktu. Banyak Gen Z menunda pelunasan karena menganggap cicilan rendah tidak bermasalah, padahal bunga terus menumpuk.

Solusi: Utamakan melunasi utang berbunga tinggi. Negosiasi refinancing atau manfaatkan program pengurangan bunga jika memungkinkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.