Oleh : Seli Parmita (Mahasiswa Program studi Manajemen, Universitas Bangka Belitung)
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sejak lama dikenal sebagai daerah penghasil timah terbesar di Indonesia. Industri pertambangan, khususnya timah, telah menjadi tulang punggung ekonomi daerah ini selama puluhan tahun. Namun ketergantungan yang berlebihan terhadap sektor ekstraktif membawa dampak serius kerusakan lingkungan, keterbatasan diversifikasi ekonomi, dan ketimpangan pembangunan. Kini, seiring menurunnya cadangan timah dan kesadaran akan pentingnya pembangunan berkelanjutan, Babel mulai mencari arah baru. Pariwisata menjadi sektor alternatif yang menjanjikan.
Salah satu contoh nyata dari pergeseran ini adalah Danau Pading di Desa Perlang, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah. Danau ini dulunya adalah bekas area tambang timah yang telah ditinggalkan. Namun kini, Danau Pading mulai disulap menjadi destinasi wisata alam yang memikat.
Dari Kerusakan Lingkungan ke Daya Tarik Wisata
Danau Pading menjadi bukti bahwa bekas tambang bukanlah akhir dari sebuah lahan justru bisa menjadi awal baru bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Dengan air danau berwarna biru kehijauan dan latar perbukitan, kawasan ini memiliki potensi besar untuk menjadi ikon wisata di Pulau Bangka.
Transformasi Danau Pading tidak terjadi begitu saja. Ini melibatkan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah desa, dan dukungan pemerintah daerah. Pengelolaan berbasis komunitas mulai digagas, dengan prinsip ekowisata yang tidak hanya fokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga pelestarian alam dan keterlibatan warga lokal.
Pentingnya Manajemen dan Visi Pembangunan
Agar transformasi ini berhasil dan berkelanjutan, pendekatan manajerial sangat diperlukan. Pemerintah daerah perlu memiliki visi jangka panjang untuk menjadikan pariwisata sebagai penggerak ekonomi baru, bukan sekadar proyek sementara. Perencanaan, pengelolaan infrastruktur, strategi promosi, hingga pengembangan SDM lokal harus dijalankan dengan prinsip manajemen yang baik.
Selain itu, dukungan regulasi dan insentif juga penting. Misalnya, penyediaan pelatihan untuk pemandu wisata lokal, bantuan UMKM sekitar kawasan wisata, dan akses permodalan untuk usaha warga.
Tantangan dan Peluang
Tantangan tentu masih ada. Infrastruktur ke lokasi wisata, keterbatasan akses transportasi, dan rendahnya literasi digital masyarakat masih menjadi kendala. Namun jika dikelola dengan tepat, potensi ini bisa menjadi kekuatan baru. Apalagi, tren wisata alam, wisata edukasi, dan wisata berbasis lingkungan sedang naik daun secara global Danau Pading bisa masuk dalam tren tersebut.
Transformasi ekonomi dari tambang ke pariwisata bukan sekadar perubahan sektor, tapi perubahan pola pikir. Danau Pading adalah simbol bahwa bekas tambang tidak harus menjadi luka permanen, melainkan bisa menjadi harapan baru. Bangka Belitung punya banyak lokasi serupa, dan dengan pendekatan yang bijak serta manajemen yang profesional, daerah ini dapat bertransformasi menuju ekonomi yang lebih hijau, inklusif, dan berkelanjutan.