Bisnis Kecil dan Menengah (UMKM) Harus Berani Keluar dari Zona Nyaman: Transformasi atau Mati Pelan

by
Foto : Levi Randy Satria (Mahasiswa Jurusan Manajemen, Universitas Bangka Belitung)

Oleh : Levi Randy Satria (Mahasiswa Jurusan Manajemen, Universitas Bangka Belitung)

UMKM di Indonesia, terutama di daerah-daerah, dihadapkan pada dilema besar: beradaptasi atau ditinggal zaman di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat. Sederhana namun penting, pertanyaannya adalah apakah pelaku UMKM benar-benar siap mengelola bisnis mereka secara kontemporer?

Dalam kenyataannya, banyak bisnis kecil dan menengah (UMKM) masih bertahan dalam praktik lama, seperti tidak mencatat transaksi, bergantung pada promosi dari mulut ke mulut, dan menolak untuk beralih ke dunia digital.

Padahal pelanggan modern semakin cerdas dan menginginkan kenyamanan yang lebih besar, belanja dari rumah, membandingkan harga, membaca ulasan, dan memilih produk yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka adalah alasan yang sering muncul, seperti “tidak paham teknologi” atau “sudah cukup dengan cara lama.”

Saat ini adalah saatnya manajemen usaha kecil dan menengah (UMKM) harus naik kelas. Bukan hanya tentang mengelola keuangan dan stok barang, tetapi juga tentang membangun perspektif kewirausahaan yang fleksibel.

Mengubah manajemen menjadi keharusan, bukan pilihan. Misalnya, digitalisasi tidak selalu berarti membuat aplikasi canggih. Untuk memiliki dampak yang signifikan, cukup aktif di media sosial, memahami tren pasar, dan berkomunikasi dengan pelanggan melalui WhatsApp. Namun, ini membutuhkan komitmen. Sayangnya, banyak usaha kecil dan menengah (UMKM) masih ragu untuk memulai karena mereka pikir itu “urusan anak muda” atau “terlalu ribet”.

Padahal, perubahan tak harus besar-besaran. Mulailah dari hal kecil: buat catatan harian pengeluaran, coba unggah produk di marketplace, ikut pelatihan manajemen sederhana. Dari situ, pelaku UMKM akan mulai terbiasa berpikir secara sistematis dan terstruktur.

Saya percaya, UMKM di Indonesia punya potensi besar. Tapi potensi saja tidak cukup. Harus ada keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Jangan sampai kita terus bangga jadi “tulang punggung ekonomi” tapi tidak siap saat harus menopang beban zaman yang semakin kompleks.

Transformasi itu berat, tapi stagnan lebih mematikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.