Oleh : Cherynia Laurencia Ruchou (Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Universitas Bangka Belitung)
Dana desa merupakan salah satu instrumen penting dalam pembangunan wilayah perdesaan di Indonesia, termasuk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kewenangan dan anggaran yang cukup besar untuk membangun serta mengelola potensi lokal secara mandiri.
Namun, seiring dengan besarnya dana yang dikucurkan oleh pemerintah pusat, muncul pula tantangan dalam pengelolaan keuangan desa, mulai dari perencanaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban.
Di sinilah akuntansi sektor publik memainkan perannya secara strategis sebagai sistem informasi dan pengendalian yang menjamin penggunaan dana desa secara transparan, akuntabel dan efisien.
Di Bangka Belitung, yang terdiri dari wilayah kepulauan dengan karakteristik sosial-ekonomi dan geografis yang beragam, pengelolaan dana desa menjadi tantangan tersendiri.
Banyak desa memiliki potensi besar, baik dari sektor perikanan, pertanian, hingga pariwisata. Namun, potensi tersebut tidak akan berkembang secara optimal tanpa ada tata kelola keuangan desa secara baik.
Akuntansi sektor publik hadir untuk memastikan bahwa setiap rupiah dana desa benar-benar digunakan untuk kemaslahatan warga desa, bukan hanya menjadi angka-angka yang tidak bermakna di laporan tahunan.
Transparansi dan Akuntabilitas dalam Praktik
Salah satu peran penting akuntansi sektor publik adalah untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Dalam konteks pemerintahan desa , hal ini berarti bahwa setiap warga memiliki hak untuk mengetahui bagaimana dana desa direncanakan, dibelanjakan dan dipertanggungjawabkan.
Sistem akuntansi publik menyediakan mekanisme dokumentasi yang jelas dan sistematis, mulai dari pencatatan transaksi, pembuatan laporan keuangan desa, hingga proses audit oleh inspektorat daerah.
Sayangnya, masih banyak aparatur desa di Bangka Belitung yang belum sepenuhnya memahami prinsip-prinsip dasar akuntansi, terutama pencatatan berbasis akrual yang kini diterapkan dalam laporan keuangan pemerintah.
Kurangnya pelatihan, terbatasnya sumber daya manusia, serta akses teknologi yang belum merata menjadi hambatan utama. Akibatnya, penyusun laporan keuangan desa seringkali tidak disusun secara tepat waktu, tidak memenuhi standar yang dibutuhkan, atau bahkan terindikasi manipulasi.
Menghindari Penyimpangan dan Korupsi
Kasus penyimpangan dana desa bukan hal baru di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Bangka Belitung. Dengan total alokasi dana desa yang mencapai miliaran rupiah per desa setiap tahunnya, godaan untuk melakukan korupsi sangat besar. Dalam konteks ini, akuntansi sektor publik berperan sebagai alat deteksi dini terhadap potensi penyimpangan.
Dengan adanya sistem pelaporan dan audit internal yang efektif, potensi penyalahgunaan dana dapat dicegah. Akuntansi yang transparan juga dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam mengawasi proses pembangunan desa. Masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga turut mengawasi penggunaan dana yang ada.Partisipasi ini mendorong terciptanya tata kelola yang lebih demokratis dan efisien.
Peluang Digitalisasi Akuntansi Desa
Kemajuan dalam era digital ini memberikan peluang yang besar untuk meningkatkan sistem akuntansi sektor publik di tingkat desa. Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang dibuat oleh BPKP sebagai sarana dalam pencatatan dan pelaporan keuangan desa secara digital. Namun, pemanfaatannya belum maksimal di sebagian desa di Bangka Belitung.
Pemanfaatan teknologi seperti Siskeudes secara optimal akan sangat mendukung dan membantu pemerintah desa dalam menyusun laporan keuangan yang akurat, cepat, dan mudah diaudit.
Selain itu, digitalisasi juga dapat membantu mengurangi risiko yang ada seperti human error dan mempercepat proses pelaporan ke tingkat kabupaten atau provinsi. Ke depannya, peningkatan dalam literasi digital dan pelatihan akuntansi berbasis aplikasi akan menjadi sebuah hal keharusan.
Meningkatkan Kapasitas Aparatur Desa
Peran akuntansi sektor publik tidak akan tercapai secara maksimal tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang kompeten. Oleh karena itu, pelatihan berkelanjutan bagi aparatur desa di bidang akuntansi publik harus menjadi prioritas pemerintah daerah Bangka Belitung. Universitas lokal dan lembaga pelatihan bisa dilibatkan untuk membangun kapasitas aparatur desa, mulai dari bendahara, sekretaris desa, hingga kepala desa.
Selain aspek teknis pencatatan, pemahaman yang menyeluruh dan mendalam mengenai pentingnya akuntabilitas keuangan dan etika birokrasi juga harus ditanamkan. Aparatur desa perlu menyadari bahwa laporan keuangan bukan hanya sekadar formalitas, tetapi juga cerminan integritas dan kualitas pelayanan publik.
Kolaborasi Stakeholder sebagai Kunci Sukses
Keberhasilan pengelolaan dana desa secara akuntabel di Bangka Belitung tidak bisa hanya diserahkan kepada desa semata. Peran aktif dari pemerintah daerah, BPKP, lembaga pengawas, akademisi, hingga masyarakat sipil sangat dibutuhkan. Kolaborasi ini akan menciptakan sistem pengawasan yang berlapis dan saling melengkapi.
Sebagai contoh, universitas atau sekolah tinggi akuntansi bisa menjalin kerja sama dengan desa-desa untuk melakukan pendampingan dan supervisi. Mahasiswa akuntansi dapat dilibatkan dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik untuk membantu pengelolaan keuangan desa. Langkah ini tidak hanya membantu desa, tetapi juga membentuk akuntan muda yang memiliki kepekaan terhadap isu sosial.
Penutup
Akuntansi sektor publik bukan hanya sekadar soal laporan keuangan, tetapi telah mencakup bagaimana dana publik dikelola secara transparan, adil dan bertanggung jawab. Di Bangka Belitung, yang memiliki potensi desa besar namun belum dimanfaatkan secara maksimal, penguatan sistem akuntansi publik menjadi strategi yang penting dalam menciptakan desa yang mandiri, sejahtera, dan bebas dari praktik korupsi.
Sudah saatnya akuntansi tidak hanya dipahami oleh segelintir profesional di balik meja, tetapi menjadi budaya kerja yang tertanam hingga ke tingkat desa. Karena masa depan Bangka Belitung tidak hanya ditentukan oleh besarnya dana desa, tetapi oleh bagaimana dana itu dikelola secara cerdas dan jujur.