Oleh Monica Milda Fitriani
(Mahasiswa Universitas Andalas, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Minangkabau)
Minangkabau adalah daerah yang kuat akan agama islam, peraturan adat yang melekat dengan agama menjadi sebuah landasan dalam mengambil kepemimpinan baik mengenai peraturan adat maupun kehidupan sosial budaya masyarakat. Islam masuk di Minangkabau tidak luput dari peranan guru besar syekh Burhanuddin dengan masuknya ajaran tarekat syattariyah. Beliau mengislamkan masyarakat yang ada di pesisir pantai.
Syekh Burhanuddin adalah orang yang pertama kali mengembangkan agama islam melalui ajaran tarekat syattariyah. Ajaran tarekat syattariyah ini dibawa oleh Syekh Burhanuddin dan syekh abdurrahman Bawan dari Aceh kisaran abad ke 17. di Aceh ajaran tarekat syattariyah di landasi oleh naskah masail.
Ada sebuah naskah yang menjadi ujung tombak bagi perkembangan tarekat syattariyah. Sampai saat sekarang ini tarekat syattariyah masih berkembang baik di Aceh maupun di minangkabau. Tidak hanya tarekat Syattariyah saja yang berkembang di Minangkabau, tapi ada juga tarekat Naqsyabandiyah, Qodiriyah, Syaziliyah dan Samaniyah.
Semua tarekat ini sangat berkembang pesat kisaran abad ke 17. Dalam perkembangan tarekat saat itu terjadinya pertikaian antara pengembang tarekat Syattariyah dengan tarekat Naqsyabandiyah. Selogan kembali ke syariat. Tidak di ketahui mengapa kedua tarekat itu terjadi perselisih paham.
Akibat dari perselisihan itu membuat seluruh ajaran tarekat yang ada di Minangkabau terpisah-pisah. Tarekat Syattariah tujuan dari tarekat ini mencapai ma’rifat berdasarkan filosofi yang sudah ada.
Naskah khifayah al-muhtajin membahas mengenai faedah dan adab dalam berzikir seperti saat mengucapkan lailahaillallah dalam hati dengan jumlah zikirnya. Seiring perkembangan ajaran tarekat pada abad ke 19 syekh Burhannuddin meninggal dunia.
Setelah beliau wafat ada ajaran baru yang berkembang pada abad 19 yaitu sholat empat puluh hari. Tarekat syattariyah itu mengenal adanya tuhan tarekat ini didirikan untuk lebih dalam mengenal ilmu agama agar kelak nantinya ajaran yang selama ini digunakan berubah menjadi salah langkah.
Banyaknya ulama-ulama besar yang belajar ilmu alqur’an di tarekat syattariah.
Dalam sejarah perkembangan tarekat syattariah di Minangkabau yang menjadi landasan atau petunjuk bagaimana perkembangan tarekat syattariah itu.
Adanya naskah-naskah kuno yang menceritakan jalannya perkembangan tarekat di Minangkabau. Naskah yang menceritakan perkembangan tarekat syattariah di Minangkabau adalah jawahir al-haqa’iq karya Samsuddin Sumatra’i dan Sharah Ruba’i Hamzah Fanzuri naskah ini juga merupakan karya dari Samsuddin Sumatra’i. Dari naskahlah kita bisa mengetahui bagaimana sejarah masuknya islam melalui perkumpulan tarekat yang ada di Minangkabau.Tarekat juga merupakan tempat belajar menuntut ilmu Alqur’an.
Banyak hal yang bisa dipelajari baik itu secara pendidikan, kesehatan serta ilmu sosial lainnya. Ada beberapa naskah yang menceritakan awal masuknya agama islam dan tarekat syattariyah di Minangkabau. Ini menandakan bagaimana pengaruh masuknya agama islam di Minangkabau dan seberapa terkenalnya dulu ajaran tarekat di Minangkabau.
Seiring perkembangan zaman ketakutan demi ketakutan muncul. Jika tidak ada yang belajar ilmu agama ditarekat Syattariah. Maka tidak ada generasi penerus tarekat syattariah ini dan tidak ada yang bisa mengajarkan ilmu agama yang sedalam itu.
Seiring berjalannya waktu ulama-ulama besar yang mengetahui bagaimana ajaran tarekat Syattariyah itu akan wafat langkah utama yang harus dimilikinya adalah mencari siapa dari generasi selanjutnya yang akan meneruskan tarekat Syattariayah.
Agar nantinya orang yang belajar tarekat Syattariyah dengan tujuan untuk memperdalam ilmu al’quran dan ilmu tasauf akan terus ada. Minangkabau tidak mempunyai peninggalan yang berbentuk tulisan maka dari itu orang Minangkabau selalu melihat sejarah perkembangan dari Tambo Alam Minangkabau.
Tidak hanya Tambo tapi naskah arab Melayu juga sering digunakan untuk penelitian yang menghasilkan penemuan baru serta mendapatkan informasi yang belum di ketahui dan mampu mengungkap nilai-nilai budaya yang lama dalam pelestarian budaya. Dalam sebuah kajian filologi yang menjadi objek material atau sering disebut sebagai bahan utama dalam penelitian. Adalah naskah sedangkan teori yang digunakan itu disebut objek formal. Dalam meneliti sebuah naskah kita harus melihat terlebih dahulu naskah apa yang mau kita teliti.
Jika naskah itu rusak dan bahkan tidak bisa dibaca sama sekali maka penelitian akan terhamabat dan bahkan harus mencari objek yang baru lagi. Tentu itu semua akan menyulitkan peneliti untuk mencari objek yang baru. Tidak mudah dalam meneliti naskah yang berbahasa arab melayu.
Kita harus menguasai tulisan yang ada didalam naskah itu kemudian isi dari naskah itu di transkipsikan kedalam bahasa yang mudah di pahami. Setelah itu barulah seoarang peneliti mulai menyusun bahan-bahan tersebut berdasakan teori yang sudah ada. Saat melihat naskah kita harus cermat dulu dalam melihat bahan dasar apa yang digunakan untuk dijadikan kertas dalam membuat naskah arab Melayu itu.
Dari bahan dasar itu secara tidak langsung memberikan petunjuk tahun berapa naskah itu dibuat. Pengamatan kita melihat fisik luar dari naskah dapat digambarkan terlebih dahulu. Barulah masuk kepada isi dari naskah. Adata basandi syarak syarak basandi kitabullah Pepatah ini dibuat setelah islam masuk ke daerah Minangkabau.
pepatah ini juga merupakan simbol bahwa ajaran islam menjadi satu-satunya ajaran yang dijadikan sebuah landasan dalam membuat sebuah aturan bertingkahlaku dan bermasyarakat.