Oleh : Muhammad Zaki Abrar (Mahasiswa Program Studi S1 Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung)
Setiap butir pasir yang diambil dari tambang timah di Bangka Belitung meninggalkan luka yang dalam pada tanah yang kita pijak. Lahan yang semula subur kini berubah menjadi padang tandus dengan lubang-lubang bekas galian yang tak lagi bisa menopang kehidupan tanaman dan satwa.
Kerusakan ini bukan hanya merusak lingkungan sekitar, tetapi juga mengancam kelangsungan ekosistem dan masyarakat yang bergantung padanya. Jika tidak ditangani, bekas tambang akan menjadi saksi bisu kehancuran lingkungan yang sulit diperbaiki. Dilihat dari ketinggian, pulau yang kaya akan wisata alam nya ini tampak bolong, sampai timbul dibenak tak mungkin pulau sekecil ini dapat bertahan lama jika digali jauh lebih dalam lagi. Laut biru seketika berubah menjadi lautan asap abu, apa kabar ekosistem yang ada didalamnya?
Kasus ini memang sedang ramai dibicarakan, bukan hanya di bumi pertiwi, tapi sampai mancanegara. Apalagi kasus korupsi yang mencapai triliunan itu. Tak heran banyak sekali terjadi demo dan kerusuhan lainnya di Bangka Belitung. Pendemo berasal dari masyarakat setempat yang tempat tinggal nya berada di sekitaran lokasi pertambangan.
Tempat wisata yang sengaja dikelola masyarakat pun kerap dijadikan Lokasi pertambangan. Keluh kesah mereka jarang didengar, lingkungan sekitar semakin rusak, akibat maraknya tambang timah ilegal tanpa perizinan. Bukan hanya merusak lingkungan, keberlangsungan hidup satwa endemic yang terancam, serta memicu konflik antara manusia dan satwaliar, khususnya buaya.
Belasan kasus tercatat setiap tahunnya, satwa liar buaya merenggut korban. Hal ini terjadi, karena spesies liar merasa kekurangan sumber makanan, dan merusak ekosistem yang sudah terbentuk secara alami sebagai tempat hidup mereka.
Perubahan ini tentunya membuat keselamatan masyarakat terancam, terutama masyarakat yang bisanya bermata pencaharian nelayan, petani yang lahannya dekat dengan area Sungai, hingga pemancing atau nelayan air tawar. Pastinya terdapat Tindakan alternatif yang sudah dilakukan, seperti merescue buaya yang ditangkap warga, kemudian dibawa ke PPS Alobi Air Jangkang.
Namun, para pihak yang merescue memiliki keterbatasan tempat untuk menampung para buaya. Padahal buaya termasuk satwa yang harus dilindungi.Untuk mengatasi masalah ini, tentunya harus ada Kerjasama antara masyarakat, Perusahaan tambang dan pemerintah. Hukum yang mengatur aturan pertambangan juga harus diperketat, disertai program rehabilitasi lahan dan restorasi ekosistem laut serta Sungai yang terkena dampak buruk tambang.
Upaya memperbanyak Kawasan khusus konservasi satwa liar, dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam. Hal ini memang membutuhkan waktu yang lama dan usaha yang besar, tapi dengan kolaborasi yang kuat, alam bisa Kembali seimbang.
Dengan menanamkan prinsip tambang good minning practice mungkin dapat membuat para Perusahaan bertanggung jawab terhadap lingkungan yang menjadi aktivitas pertambangan mereka. Segala upaya pasti akan dilakukan, demi kelangsungan generasi mendatang dapat hidup berdampingan dengan kekayaan alam yang menjadi identitas warisan Bangka Belitung tercinta.
Sumber: Tambang Timah Ilegal Merajalela di Bangka Belitung, Ancam Ekosistem Satwa Endemik | PT TIMAH TBK https://timah.com/berita/post/tambang-timah-ilegal-merajalela-di-bangka-belitung-ancam-ekosistem-satwa-endemik.html
https://bappeda.babelprov.go.id/content/pemulihan-dan-pemanfaatan-lahan-bekas-penambangan-timah
https://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkpt/article/viewFile/9591/7616







