“RUSLI RACHMAN, NURANI IDEALISME WONG BELINYU YANG TAK PERNAH MATI”

by

Oleh : Ahmadi Sofyan

“Anandaku Ahmadi…, terus lakukan investasi sosial, tak penting apa hasilnya & bagaimana pandangan orang”
(Rusli Rachman, 2009)

SALAH satu kalimat nasehat itu disampaikan saat saya menyetir kendaraan miliknya dalam sebuah perjalanan dari Pangkalpinang ke Toboali. Kala itu beliau sedang di masa-masa akhir menjabat sebagai Anggota DPD RI dan tidak bersedia dicalonlan lagi apalagi mencalonkan diri.

Mungkin generasi milenial tak mengenal sosok ini, tapi sedikit gambaran bahwa Bangka Belitung menjadi Provinsi dan adanya Deklarasi Tanjung Kelayang, tak lepas dari perannya bahkan beliau inilah konseptornya. Selain dirinya ada nama-nama lain seperti: Jahja Jakob, Rahim Sjarief, Amung Tjandra (Tjen Hon Liong), Irham, Syamsuri Djalil, Soewardi Soerjohudojo & paman saya, Supron Azhari.

Saya mengenal sosok ini ketika beliau mendapat amanah dari rakyat Bangka Belitung sebagai Anggota DPD RI setelah beliau pensiun dari PNS. Yusroni Yazid (kala itu Bupati Bangka) & Zulkarnain Karim (kala itu Walikota Pangkalpinang) yang pertama kali mengenalkan sosok Pak Rusli Rachman pada saya. Sosoknya tegas, keras, idealisme tinggi, tak pernah ada rasa takut, tulisan-tulisannya di media menghujam tajam, kritis, tak bisa dibayar dan diumpani oleh apapun, sosial tinggi bahkan harta-hartanya diwaqafkan, sangat religius bahkan dalam pandangan saya cenderung kaku alias kurang fleksibel. Tapi itulah Rusli Rachman, “apa adanya”. Kalimat “Apa Adanya” inilah akhirnya saya jadikan judul buku perjalanan hidup beliau selama 42 tahun mengabdi pada negeri sebagai hadiah kepergian beliau meninggalkan Bangka Belitung untuk menetap di Boyolali Jawa Tengah.

Sebelum meninggalkan Bangka Belitung, saya ingat betul, beliau memanggil saya di sebuah kamar. Kepada saya beliau katakan ada 4 orang kader saya di Babel ini & saya punya harapan pada kalian: yakni Fadillah Sabri (sekarang Rektor UNMUH BABEL), Ibrahim (sekarang Rektor UBB), Anugera Bangsawan (Dosen & Konsultan Politik) dan yang terakhir adalah anak nakal yang selalu “melawan”, Ahmadi Sofyan. Berurai air mata antara saya dengan beliau kala itu. Banyak hal yang beliau sampaikan, terutama soal cita-cita masa depan Bangka Belitung bahkan segala tetek-bengek yang selama ini saya tak banyak tahu menjadi sedikit tahu, termasuk pertambangan timah.

Rusli Rachman, adalah laki-laki kelahiran Belinyu Kabupaten Bangka tahun 1942. Anak dari Abdurrahman Ilyas (Melayu) dan Muzaimah (Muslimah Tionghoa) ini memiliki 9 saudara. Kakaknya Sjafri Rachman adalah Bupati Bangka yang meninggal dunia dibunuh oleh PKI melalui sabotase KM BT-32 di perairan Selat Bangka, Jum’at, 30 Juli 1965. Kala itu Sjafri Rachman masih berusia muda dan menjadi Bupati Bangka. Lalu, Prof. Bustami Rahman adalah adiknya. Beliau Pendiri & Rektor pertama Universitas Bangka Belitung (UBB) 2 periode.

Perjalanan karier Rusli Rachman yang biasa saya sapa Ayahnda ini cukup panjang hampir semuanya mengabdi pada pendidikan. 37 tahun beliau mengabdi di dunia pendidikan. Selanjutnya beliau rame-rame diminta masyarakat, terutama kalangan guru agar bersedia mencalonkan sebagai Anggota DPD RI 2004 -2009.

Dengan tanpa modal materi, ternyata beliau terpilih. Kala itu saya tanya berapa modalnya, kan gak kampanye kayak orang-orang? Beliau menjawab: “4 (empat) juta rupiah, untuk beli topi tim yang membantu”.

Sosok yang pernah menjabat sebagai Kakanwil Depdikbud Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) & Kakanwil Depdikbud Provinsi Bengkulu ini dikenal sangat idealis, bahkan hingga hembusan nafas terakhir hari ini (Senin, 21 Desember 2020).

Bersama sang isteri tercinta Sri Marwati yang beliau sebut “sigaring nyowo” adalah perempuan hebat, pendiam & taat, asli Jawa. Kedua sosok ini, dibalik keras & tegasnya Pak Rusli Rachman, mereka sampai tua selalu bersama dan mesra. Kemesraan itu sangat nampak kala pergi & pulang sholat Subuh di Masjid. Kebetulan ini yang paling sering saya saksikan kala saya beberapa bulan tinggal di rumah kontrakan beliau di Jakarta saat beliau menjabat sebagai Anggota DPD RI. Begitupula saya saksikan kala beliau tinggal di Boyolali, ketika saya datang silaturrahim.

TAK INGIN JADI KERIKIL DI SEPATU PENGUASA
Banyak yang tak terima, banyak yang bertanya bahkan memohon untuk tidak dilakukan, yakni Pak Rusli Rachman jangan meninggalkan Bangka Belitung. Tapi apa daya, beliau sudah membuat keputusan bahwa harus meninggalkan negeri tercinta. Kepada saya, kala itu sambil berurai air mata, beliau berucap: “Anandaku Ahmadi, Ayahnda tidak mau menjadi kerikil dalam sepatu penguasa”. Saya paham maksudnya, sangat paham sekali, karena beliau banyak bercerita peta politik dan tetek bengek kekuasaan di Bangka Belitung kala itu.

Dalam bait akhir sebuah Puisi yang beliau tulis tahun 2009 dengan judul “Pergi” tertuang kalimat: “… tapi aku lelah disini, walau aku tahu berjihad sampai mati, tak boleh pergi. Aku yakin akan datang sosok lain yang lebih kuat dan berani tak akan pergi. Untuk menggantikan aku yang pergi. Ada sesuatu di lubuk hati, sangat pribadi. Dibalik pertanyaan, mengapa aku harus pergi?”. Lantas, kalimat itu pun jadi pegangan saya, karena bisa jadi jika umur panjang, suatu saat saya pun demikian, akan meninggalkan Bangka Belitung dan beristirahat dengan nyaman di masa tua di tanah Jawa. Bukankah saya dan ayahnda Rusli Rachman sama-sama beristerikan orang Jawa?

Rusli Rachman, sosok yang memukau diri saya soal idealisme. Tak pernah takut & tak pernah bersikap memohon kepada pejabat apalagi menjilat. Saya beberapa bulan mendampingi beliau di masa akhir tugas di DPD RI. Bagaimana beliau adalah orang yang selalu tepat waktu (on time), Menteri pun ditinggalin alias “dak diretak” kalau sudah lewat jadwal. Saya sering geleng kepala kala itu.

Rusli Rachman, sosok idealis yang memukau diri saya yang masih sangat butuh belajar dari tokoh-tokoh seperti beliau. Tak pernah silau soal jabatan apalagi harta. Sangat memegang amanah jabatan, berapa banyak amplop berseliweran. Tapi Rusli Rachman lulus dari semua itu, bahkan isterinya “diancam keras”. Hal ini saya dengar betul dari isterinya maupun mantan bawahan dan orang-orang dekatnya. Pun saya menyaksikan bagaimana beliau menjaga idealisme tersebut didepan mata saya, yang pastinya sambil beliau mendidik saya.

Rusli Rachman, saking memukaunya sosok ini, beberapa tahun silam setidaknya 3 kali saya menulis sosok ini di Media koran, yakni di Harian Bangka Pos dengan judul “Rusli, Nurani yang Tak Pernah Mati”, lalu di harian Rakyat Pos: “Rusli, Not Off the Record_dan yang terakhir di harian Babel Pos: “Merindukan Eko, Zul & Rusli”._ Bagaimana tidak, kepribadian Rusli Rachman dimata saya bukan hanya idealis, tapi pemberani. Banyak orang pintar, tapi tidak idealis, banyak orang idealis, tapi tidak berani. Rusli Rachman memiliki kepintaran, ketaqwaan, idealisme dan keberanian. Itu yang membuat saya terpukau dan berikrar menjadikan beliau adalah panutan kepribadian.

Rusli Rachman, tokoh pendidikan yang benar-benar mendidik. Sering saya ungkapkan, Rusli Rachman itu adalah gurunya para guru di Bangka Belitung. Bahkan Isteri saya, Devy Restu Etikasari mengagumi sosok orangtua angkat kami ini. Hampir setiap beliau menelpon saya, selalu menanyakan “mana devy? Ayahnda mau ngomong”. Beliau sangat senang kala mendengar saya sedang jalan berdua dengan isteri. Sampai suatu ketika saya harus lari di Ramayana gara-gara ini. Suatu ketika beliau menelpon, setelah ngobrol-ngobrol, tiba-tiba beliau menanyakan dimana posisi dan sama siapa. Saya bilang “lagi di Ramayana, ya sama isteri-lah”. Lantas beliau bilang: “mana, saya mau ngomong!”. Kaget bukan kepalang, karena saya ada di bawah Ramayana sambil ngopi, sedangkan isteri di dalam Ramayana yang saya nggak tahu di mana dan dilantai berapa. Habislah saya dimarahin karena kelamaan mencari isteri kesana kemari.

Rusli Rachman, sosok Ulama’ yang sekaligus Umara’. Pantas menjadi panutan para kaum intelek masa kini. Susah dicari orang sekaliber Rusli Rachman di era sekarang ini, apalagi di era demokrasi amburadul plus wabah pandemi.
Rusli Rachman, tepat jam 06.28, bertempat di Rumah Sakit Karyadi Semarang Jawa Tengah, beliau menghembuskan nafas terakhir. Insya Allah khusnul khotimah dan kita semua menjadi saksi bahwa Rusli Rachman bin Abdurrahman Ilyas adalah ORANG BAIK.
Ya Allah, kumpulkan kami di Sorgamu bersama Rasulullah SAW & orang-orang baik seperti ayahnda Rusli Rachman tercinta. Berikan syafa’atmu pada kami dan ayahnda kami Rusli Rachman. Berikan kesempatan kepada kami yang muda untuk dapat meneladani kebaikan-kebaikan yang telah beliau ajarkan.

Selamat jalan Ayahnda, Sang Nurani Idealis yang tak pernah mati. Do’a kami menyertai kepergianmu…(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.